Subhanalloh...
Sebelumnya
penulis akan menegaskan bahwa “Subhanallah” itu mempunyai kandungan abstrak
yang luas, jika terkait masalah akidah tentu sangat nampak sekali perbedaan
antara Allah dan makhluq dari lafad tersebut. “Allah Maha Suci”, suci dari
semua ruang waktu yang melekat dalam diri mahkluq, artinya baik sifat, bentuk,
tabi’at dan semua peristiwa yang di alami semua makhluq tentu tidak akan ada
samanya.
Dalam
akhidah ASWAJA di sebutkan bahwa Allah swt adalah Esa tidak ada sekutu
bagi-Nya. Tungga tidak ada yang menyamai-Nya, semuanya bergantung pada-Nya, tidak
ada lawan-Nya, sendiri tidak ada tandingan-Nya.
Dan
Allah swt adalah Dzat yang diandalkan oleh semua makhluq-Nya, hingga tiada yang
setara dengan-Nya, hingga tiada yang menyamai kedudukan-Nya. Allah swt bersifat
qodim, tanpa ada yang mendahuluin-Nya. Alla swt itu bersifat azali, tanpa ada
permulaan-Nya. Allah swt maha hidup, tanpa ada akhir-Nya. Alla swt maha abadi,
tanpa ada yan membatasi keabadian-Nya. Dan Alla swt maha kekal, tanpa ada
penghabisan-Nya.
Allah
swt senantiasa menyandang sifat-sifat agung. Allah swt tidak berakhir dan tidak
terputus dengan berakhir dan terputusnya masa dan waktu. Tetapi Dialah yang
maha Awal dan Maha Akhir. Maha Zhahir dan Maha Batin.
At Tanzih (mensucikan Allah)
Sesungguhnya
Dia bukanlah jisim yang berbentuk, dan bukan pula jauhar yang berukuran dan
terbatas. Dia tidaklah seperti jisim, tidak dalam ukurannya maupun dalam hal
dapat terbagi. Dia bukanlah jauhar bahkan semua jauhar tidak dapat
mengukur-Nya. Dan dia bukanlah ‘Ardh, bahkan semua ‘Ardh tidak dapat
mengukur-Nya. Dia tidak seperti yang ada, dan apa-apa yang ada tidak semisal
dengan-Nya. Tiada satupun yang semisal dengan-Nya, dan tidak pula Dia semisal
dengan sesuatu. Dia tidak dapat dibatasi oleh ukuran, tidak dapat dimuat oleh
semua kawasan, tidak dapat diliputi oleh semua arah, dan tidak dapat dimuat
oleh bumi dan langit.
Begitu
juga tentang ‘Arsy-Nya, bersemayam dengan cara yang dikatakan-Nya, dan dengan
arti yang dikehendaki-Nya. Begitu juga dengan tahta di atas ‘Arys, itu bahkan
di atas segala sesuatu. Keberadaan Allah tidaklah menyebabakn Dia semakin dekat
dengan ‘Arsy, tidak juga langit. Sebagai mana juga tidak menambah kejauhan-Nya
dengan bumi dan tanah yang dipijak oleh makhuq-Nya. Bahkan derajat Allah lebih
tinggi dari pada ‘Arsy dan segala bentuk ciptan-Nya.
Sungguhpun
demikian, Allah swt Maha Dekat kepada setiap makhluq-Nya. Bahkan, bagi seorang
hamba, Allah swt lebih dekat dari pada urat nadinya sendiri. Allah Maha
Menyaksikan segala sesuatu. Di mana kedekatan-Nya tidak bisa disamakan dengan
kedekatan antara kedekatan-kedekatan antara bagian-bagian pada tubuh. Sebagai
mana Dzat-Nya tidak menyamai susunan dzat pada tubuh makhluq-Nya.
(Menjabarkan
Ringkasan “Ihya’ Ulumud Din Darul Fikri”, diterbitkan oleh Mutiara Ilmu)
Begitulah
dalam Jawa menjelaskannya secara singkat. “Adoh Tanpo Wangenan”, ketinggian dan
kekuasaan Allah, jauh dan tak terbatas, tiada yang dapat mengukur sebagaimana
penjelasan tentang Jauhar dan ‘Ard yang
ditulis di atas. Begitu juga “Cedak Tanpo Senggolan”, kedekatan Allah bahkan
lebih dekat dari pada batas rasa kita (nadi) sebagai tatanan zhohir, dan
kedekatan-Nya tidak dapat tersentuh dan dirasa atau diukur oleh apapun. Ada
banyak orang yang menurut dirinya sudah dekat, padahal sebenarnya dia jauh,
justru terkadang yang merasa jauh prilaku dan sifatnya malah mendekati
kebenaran.
Kaum
yang abangan sudah lebih lama dalam memberikan kontribusi pemahaman tentang
ketuhanan, bahkan lebih sakral. Di mana yang menyakininya juga harus menanggung
berbagai macam konsekuensi perjanjian (taysri’), juga sering di sebut dengan
dharma dalam bentuk pengabdian atau karma (kromo) dalam bentuk pemulyaan.
Filosofi
mendalam dengan pemahaman yang didasari tingkat kebatinan seseorang untuk dapat
betul-betul faham tentang hakikat tuhan sesungguhnya. Meskipun dalam prosesnya
tak lazim dijumpai, begitu analisa itu muncul dilingkaran perilaku para pencari
hakikat itu, tentu akan berbenturan. Sudah diluar batas kebiasaan manusia
biasa, bukan manusia sesungguhnya. Tentu ini akan menjadi pembahasan yang
meluas, ada untugnya karena di sini tidak membatasi sudut pandang kita untuk
melihat kenyataan yang ada. Mari sedikit luas dan keluar dari ruang yang
itu-itu saja, mulai beranjak keluar dan menyapa mereka yang selama ini kita
acuh dan berantah kepada mereka.
Insya Allah,
dalam kesempatan mendatang akan penulis bahas secara mendalam tentang Adoh
tanpo wangenan, cedak tanpo senggolan, dengan perspektif yang lebih menarik.
Tirtowening,
25 Mar 2018