Imam Al Ghazaly adalah Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali yang digelari Hujjat Al Islam Zain Ad Din Ath Thusiy, seorang pakar ilmu fiqih dari aliran mazhab, dilahirkan di Thus tahun 450 H.

Diceritakan bahwa orang tuanya adalah seorang yang shalih yang tidak mau makan kecuali dari hasil tangannya sendiri. Dia bekerja memintal bulu domba lalu menjualnya di tokonya sendiri. Ketika kematian datang menjemputnya, dia berpesan tentang dia saudara lelakinya yang bernama Ahmad kepada seorang sahabatnya yang merupakan seorang ahlut tashawuf dan suka melakukan kebijakan, di mana dia berkata kepadanya: “Sesungguhnya aku sangat kesulitan dalam hal menulis dan aku akan sangat senang untuk menemukan apa yang terlewat dariku di dalam kedua orang anakku ini. Dan tidaklah mengapa bagimu jika kamu menghabiskan semua yang aku tinggalkan untuk mereka berdua dalam hal ini”. 

Ketika dia meninggal dunia, mulailah sang sufi mengajar mereka berdua sampai habis warisan yang secuil yang ditinggalkan oleh bapak mereka berdua, maka sang sufi berkata kepada mereka berdua: “Ketahuilah kalian berdua bahwa sesungguhnya aku telah membelanjakan pa yang menjadi hak kalian berdua untuk kalian berdua sementara aku hanyalah seorang laki-laki miskin. Tidak ada hartaku yang denganya aku dapat membantu kalian berdua. Hendaklah kalian berdua berlindung kepada sebuah madarasah karena sesungguhnya kalian berdua adalah penuntut ilmu, sehingga kalian akan mendapatkan kekuatan yang akan membantu kalian di atas waktu kalian”. Kemudian keduanya melakukan hal itu dan itulah yang menjadi sebab kebahagiaan dan tingginya tingkat mereka, Al Ghazaly menceritakan hal tersebut dengan mengatakan: “Kami menuntut ilmu karena selain Allah swt, dan aku menolak agar itu hanya karena Allah swt”. 

Diceritakan bahwa orang tua Al Ghazaly sering mengunjugi para ahli fiqih, duduk-duduk bersama mereka, meluangkan diri untuk melayani mereka, menemukan kebaikan dalam diri mereka dan menjalankan apa yang mungkin baginya untuk mereka. Jika dia mendengar ucapan mereka, dia menangis dan tertunduk, dan selalu memohon kepada Allah swt, agar dia diberikan rizqi berupa anak yang dapat memberi tuntunan dan menjadikannya seorang pakar ilmu fiqih. Maka Allah swt, mengabulkan do’anya. Adapaun Imam Abu Hamid merupakan seorang yang paling ahli ilmu fiqih di masanya dan merupakan pemuka orang segenerasinya. Adapun Imam Ahmad merupakan seorang pemberi tuntunan yang dapat melunakan gendang telinga ketika mendengar wejangannya dan menggetarkan sanubari para hadirin dalam pertemuan dzikirnya.

Di masa kecilnya Al Ghazaly mengaji sebagian kecil dari ilmu fiqih kepada Ahmad Muhammad Ar Radzikany kemudian setelah itu dia menuju Naisabur dan menetap di kediaman Imam Al Haramain Abu Al Ma’aliy Al Juwainiy, dimana dia berusaha tekun dan kesungguhan hati sampai dia betul-betul menguasai bidang Mazhab, Khilafiyah, perdebatan, manthiq, membaca Ilmu hikmah, dan filsafat, mengambil hikmah dari semua itu, memahami ucapan-ucapan semua pakar ilmu tersebut, memberikan sanggahan, dan menggagalkan berbagai klaim yang mereka ajukan, dan setiap bidang dari berbagai ilmu pengetahuan itu dia mengarang banyak kitab yang mempunyai susunan dan tematis yang sangat menawan.

Al Ghazaly merupakan figur seorang yang jenius, pandangan luas, kuat daya hafalnya, jauh dari tipu daya, begitu mendalam melihat sesuatu pengertian dan memiliki berbagai pandangan yang betul-betul beralasan.

Ketika Imam Al Haramain Al Juwainy meninggal dunia dia keluar melangkah ke arah wazir Nidham Al Mulk, di mana tempat perjamuannya merupakan tempat berkumpulnya para pakar ilmu pengetahuan. Kemudian para Imam membentuk forum diskusi di kediamannya dan di sinilah tampak pandangan Al Ghazaly kepada mereka, di mana mereka juga mengetahui keutamannya serta memberikan kekaguman dan ketakjuban di hati sang pemilik rumah sehingga beliau berkenan memberikan mandat bidang akademis madarasah dan Nidhamiyah di Baghdad kepadanya pada tahun 484 H. Hadirlah dia dengan membawa perbaikan yang sangat besar. Orang-orang pun mencoba mengujinya dan keluarlah ucapan-ucapannya dengan lancar dan penuh kharisma, bahkan mengalahkan kharisma para pejabat dan menteri. Manusia pun kagum akan bagusnya perkataannya, sempurna keutamannya,  fasih, kajiannya mendalam, isyarahnya yang lembut yang membuat mereka menyukainya.
Perjalanan Imam Al Ghazaly, higga pada tahun 488 H Dzhul Hijjah dia berngkat ke baitullah untuk melaksanakan ibadah haji, dan menyerahkan mandat akademik kepada saudaranya untuk mengjar di Bghdad.

Bagaimana perjalanan Al Ghazaly hingga bertemu Sultan Yusuf bin Tasyifin? Tunggu kelanjutannya.

Semoga bermanfa’at....
 
Top